Selasa, 27 September 2011

Asuhan Keperawatan Pemfigus Vulgaris




A.     PENGERTIAN
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai oleh timbulnya bula ( lepuh ) dengan berbagai ukuran ( misalnya, 1- 10 cm ) pada kulit yang tampak normal dan membrane mukosa ( misalnya mulut, vagina ).
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )

B.     PENYEBAB
Bukti yang ada menunjukkkan bahwa pemfigus vulgaris merupakan penyakit autoimun yang melibatkan IgG, suatu immunoglobulin. Diperkirakan bahwa antibody pemfigus ditujukan langsung kepada antigen permukaan sel yang spesifik dalam sel- sel epidermis. Lepuh terbentuk akibat reaksi antigen- antibody. Kadar antibody dalam serum merupakan petunjuk untuk memprediksikan intensitas penyakit. Faktor- faktor genetik dapat memainkan peranan dalam perkembangan penyakit dengan insidensi tertinggi pada orang- orang keturunan Yahudi. Kelainan ini biasanya terjadi pada laki- laki dan wanita dalam usia pertengahan serta akhir usia dewasa.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )

C.     MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar pasien pada mulanya ditemukan dengan lesi oral yang tampak sebagai erosi yang bentuknya ireguler yang terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuhnya lambat. Bula pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah- daerah erosi yang lebar serta nyeri yang disertai dengan pembentukan krusta dan perembesan cairan. Bau yang menusuk dank has akan memancar dari bula dan serum yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang minimal akan terjadi pembentukan lepuh atau pengelupasan kulit yang normal ( tanda Nikolsky ). Kulit yang erosi sembuh dengan lambat sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena sangat luas. Superinfeksi bakteri sering terjadi.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )

D.     KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan terapi imunosupresif, pasien sangat rentan terhadap infeksi bakteri sekunder. Bakteri kulit relative mudahmencapai bula karena bula mengalami perembesan cairan, pecah dan meninggalkan daerah-daerah terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan dan protein ketika bula mengalami rupture. Hipoalbuminemia lazim terjadi kalau proses penyakitnya mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa yang luas.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )

E.     EVALUASI DIAGNOSTIK
Spesimen dari bula dan kulit di sekitarnya akan memperlihatkan akantolisis ( pemisahan sel- sel epidermis satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel ). Antibodi yang beredar ( antibody pemfigud ) dapat dideteksi melalui pemeriksaan imunofluoresen terhadap serum pasien.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )

F.      PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan penyakit secepat mungkin, mencegah hilangnya serum serta terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatkan pembentukan ulang epitel kulit ( pembaruan jaringan epitel ).
Kortikosteroid diberikan dengan dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga agar kulit bebas dairi bula. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus, terapi kortikosteroid harus dipertahankan seumur hidup pasien.
Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera sesudah makan, dan dapat disertai dengan pemberian antacid sebagai profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang penting pada penatalaksanaan terapeutik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar glukosa darah dan keseimbangan cairan setiap hari.
Preparat imunosupresif ( azatioprin, siklofosfamid, emas ) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi tekanan kortikoteroid. Plasmaferesis ( pertukaran plasma ) secara temporer akan menurunkan kadar antibody serum dan pernah digunakan dengan keberhasilan yang bervariasi sekalipun tinadakan ini umumnya hanya dilakukan unuk kasusu- kasus mengancam jiwa pasien.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )

G.    PROSES KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Karena penderita pemfigus biasanya dirawat di rumah sakit pada suatu saat sewaktu terjadi eksaserbasi, perawat segera mendapatkan bahwa pemfigusm bisa menjadi penyebab ketidakmampuan yang bermakna. Gangguan kenyamanan yang konstan dan distress yang dialami pasien serta bau lesi yang amis membuat pengkajian serta penatalaksanaan keperawatan yang efektif sebagai suatu tantangan.
Aktivitas penyakit dipantau secara klinis dengan memeriksa kulit untuk mendeteksi timbulnya bula yang baru yang biasanya bedinding tegagng dan tidak mudah pecah. Kulit kapala, dada dan daerah- daerah kulit di sekitarnya harus diperiksa untuk menemukan bula. Daerah- daerah tempat kesembuhan sudah terjadi dapat memperlihatkan tanda- tanda hiperpigmentasi. Perhatian yang khusu harus diberikan untuk mengkaji tanda- tanda dan gejala infeksi.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )

2.       Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri pada rongga mulut dan kulit yang berhubungan dengan pembentukan bula serta erosi
b.       Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan ruptura bula dan daerah kulit yang terbuka ( terkelupas )
c.       Ansietas dan kemampuan koping tidak efektif yang berhubungan dengan penampilan kulit dan tidak adanya harapan bagi kesembuhan
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )

3.       Masalah Komplikasi- Komplikasi Potensial
a.   Infeksi dan sepsis yang berhubungan dengan hilangnya barier protektif kulit dan membrane mukosa
b.      Kurang volume cairan dan gangguan keseimbangan elektrilit yang berhubungan dengan hilangnya cairan jaringan
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )

4.      Intervensi Keperawatan
a.       Meredakan ketidaknyamanan
           Keseluruhan rongga mulut pasien dapat terkena erosi dan permukaannya terbuka. Jaringan nekrotik dapat terbentuk di daerah ini,sehingga menambah penderitaan pasien dan mengganggu asupan makanan. Penurunan berat badan dan hipoproteinemia dapat terjadi. Perawatan higiene oral yag teliti sangat penting untukmenjaga agar mukosaoral tetap bersih dan memungkinkan terjadinya regenerasi epitel. Kumur mulut yang sering dilakukan untuk membersihkan debris dan mengurangi nyeri di daerah ulserasi. Bibir dijag aagar tetapbasah dengan cara mengoleskan lanolin, vaselin atau pelembab bibir. Tindakan cool mist akan membantu melembabkan udara ruangan.
b.       Meningkatkan Integritas Kulit
            Kompres yang basah atau sejuk atau terapi rendaman merupakan tindakan protektif yang dapat mengurangi rasa nyeri. Pasien dengan lesi yang luas dan nyeri harus mendapatkan premedikasi dahulu dengan preparat analgesik sebelum perawatan kulitnya mulai dilakukan. Pasien dengan daerah bula yang luas memiliki bau yang khas yang akan berkurang setelah infeksi sekunder terkendali. Sesudah kulit pasien dimandikan, kulit tersebut dikeringkan dengan hati- hati dan ditaburi bedak yang tidak iritatif agar pasien dapat bergerak lebih bebas di atas tempat tidurnya. Hipotermia sering terjadi, dan tindakan untuk menjaga agar pasien tetap hangat serta nyaman merupakan prioritas dalam aktivitas keperawatan.
c.       Mengurangi Ansietas
            Hal yang kritis dalam penatalaksanaan keperawatan pasien pemfigus adalah terciptanya hubungan saling percaya anatara pasien dan perawat. Hal ini mencakup cara mendengarkan, berinteraksi, dan memperlihatkan sikap yang hangat serta penuhn perhatian. Pasien harus didorong untuk mengekspresikan perasaan cemas, gangguan kenyamanan dan perasaan keputusasaannnya secara bebas.
            Perhatian pada kebutuhan psikologis pasien menuuntut kehadiran perawat saat diperlukan, pemberian pelayanan keperawatan yang profesional dan pelaksanaan penyuluhan bagi pasien beserta keluarganya. Pengaturan agar anggota keluarga dan setiap teman dekatnya untuk lebih banyak mencurahkan waktu bersama pasien dapat menjadi upaya yang bersifat suportif.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )

5.       Pemantauan dan Penanganan Komplikasi Potensial
a.       Infeksi dan Sepsis
            Kebersihan kulit harus dijaga untuk mengurangi debris serta kulit yang mati dan mencegah infeksi. Infeksi sekunder dapat disertai dengan bau yang menusuk dari lesi oral. Candida albicans sering ditemukan dalam mulut pada pasien- pasien yang mendapatkan terapi kortikosteroid dosis tinggi. Rongga mulut harus diinspeksi setiap hari,dan setiap perubahan dicatat serta dilaporkan. Perhatian khusus diberikan untuk menilai keadaan pasien guna menemukan tanda- tanda dan gejala infeksi local serta sistemik. Tanda- tanda vital pasien dicatat dan fluktuasi suhu tubuh dipantau. Pasien diobservasi untuk gejala menggigil, sementara semua hasil sekresi dan ekskresi dipantau untuk menemukan setiap perubahan yang sugestif kea rah infeksi. Preparat antibiotic diberikan sesuai dengan program, dan respons terhadap terapi dicatat. Petugas kesehatan harus melakasanakan teknik pencucian tangan yang efektif dan menggunakan sarung tangan. Kontaminasi lingkungan harus dihindari sedapat mungkin dengan meminta petugas kebersihan membersihakan debu memakai lap basah dan mengepel lantai dengan kain yang basah pula.
b.       Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
            Kehilangan cairan dan natrium klorida yang signifikan terjadi dari kulit yang mengalami erosi luas. Kehilangan natrium klorida ini merupakan penyebab banyak gejala sistemik, yang berkaitan dengan penyakit dan harus diatasi dengan pemberian infus larutan salin.
            Sejumlah protein dan darah akan hilang dari bagian- bagian kulit yang terkelupas. Terapi komponen darah dapat diprogramkan untuk mempertahankan volume darah di samping untuk memelihara konsentrasi protein plasma dan hemoglobin darah. Kadar serum albumin, protein, hemoglobin dan hematokrit harus terus dipantau.
            Pasien didorong untuk mempertahankan masukan cairan yang memadai. Minum cairan sejuk dan non iritatif dapat dianjurkan untuk memelihara hidrasi. Makan sedikit- sedikit tapi sering atau mengemil dengan makanan camilan yang tinggi kalori tinggi protein akan membantu mempertahankan status nutrisi.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )



DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar