Selasa, 27 September 2011

Asuhan Keperawatan Kanker Ovarii



TINJAUAN PUSTAKA

A.    Anatomi dan Fisiologi Genetalia Wanita
1.         Pengertian
Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ dalam, yang terletak di dalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia luar yang terletak di perineum. Struktur reproduksi dalam dan luar wanita menjadi berkembang dan menjadi matur akibat rangsangan hormon estrogen dan progesteron. (Bobak, 2004)
2.         Genetalia Luar
Genetalia luar (vulva) mencakup dua lipatan jaringan tebal yang disebut labia mayora dan dua bibir yang lebih kecil, tersusun atas jaringan yang sangat halus disebut labia minora, yang terletak di antara labia mayora. Bagian atas dari labia minora bersatu, membentuk penutup parsial dari klitoris, organ sangat sensitif yang terdiri atas jaringan erektil. Antara labia minora, di bawah dan sebelah posterior klitoris, terdapat meatus urinarius, yang merupakan ostium luar uretra wanita dengan panjang sekitar 3 cm. Di bawah orifisium ini terdapat ostium yang lebih besar, yaitu orifisium vagina atau introitus. Pada setiap sisi orifisium vagina terdapat kelenjar vestibular (bartholin’s), suatu struktur biji kacang yang mengalirkan sekresi mukusnya melalui duktus kecil. Ostium duktus terletak di dalam labia minora, di sebelah eksernal himen. Jaringan antara genetalia luar dan anus adalah forset, dan semua jaringan yang membentuk genetalia luar wanita disebut perineum. (Smeltzer, 2001)
3.    Organ-organ Genetalia Dalam
a.       Vagina
Vagina merupakan suatu kanal yang dilapisi oleh membran mukosa dan terbentang dari depan ke belakang, dari vulva ke serviks sepanjang 7,5 sampai 10 cm. Di sebelah inferior vagina adalah kandung kemih dan uretra, dan di sebelah posterior vagina terletak rektum. Dinding anterior dan posterior vagina normalnya bersentuhan satu sama lain. Bagian atas vagina, forniks, mangelilingi serviks (leher sempit dari uretra). (Smeltzer, 2001)
b.      Uterus
                 Uterus, organ muskular berbentuk buah pir. Mempunyai panjang 7,5 cm dan lebar 5 cm pada bagian atasnya. Dindingnya mempunyai tebal sekitar 1,25 cm.
Uterus mempunyai dua bagian serviks, yang menonjol ke dalam vagina, dan bagian atas yang lebih besar yaitu fundus atau korpus, yang ditutupi secara posterior dan anterior (sebagian) peritoneum. Uterus terletak di sebelah posterior kandung kemih dan dipertahankan posisinya dalam rongga pelvis oleh beberapa ligamen. Ligamentum teres terbentang secara anterior dan lateral di sepanjang cincin dalam inguinal dan turun di sepanjang jaringan labia mayora. Ligamentum latum adalah lipatan perineum yang memanjang dari dinding pelvis lateral dan membungkus tuba fallopii. Ligamentum uterosakral memanjang sepanjang secara posterior sampai ke sakrum.
Bagian dalam fundus yang berbentuk segitiga menyempit ke dalam kanal kecil serviks yang mengecil pada setiap ujungnya, disebut sebagai os luar dan os dalam. Bagian lateral atas uterus disebut koruna. Dari tempat ini oviduk atau tuba fallopii (atau uterus) memanjang ke arah luar, luminanya diteruskan secara dalam oleh rongga uterus. (Smeltzer, 2001)
c.       Ovarium
Ovarium terletak di belakang ligamentum latum, di belakang dan bawah tuba fallopii. Ovarium adalah badan oval yang mempunyai panjang 3 cm. Pada saat lahir ovarium mengandung ratusan sel-sel telur yang sangat kecil atau ova. Ovarium dan tuba fallopii disebut adneksa.
Pada saat pubertas (biasanya antara usia ke-12 dan 14) ,ova mulai matang. Selama periode yang dikenal dengan fase folikular, sebuah ovum membesar seperti sejenis kista yang dikenal sebagai folikel graafian sampai ia mencapai permukaan ovarium, kemudian ruptur. Ovum (atau oosit)  dikeluarkan ke dalam rongga peritoneal. Periode pelepasan ovum matang ini disebut ovulasi. Ovum biasanya menemukan jalannya ke dalam tuba fallopii, tempat dimana ovum dibawa ke uterus. Jika ovum ini bertemu dengan spermatozoa, sel reproduksi pria, akan terjadi penyatuan dan terjadi konsepsi. Setelah pelepasan ovum, sel-sel folikel graafian mengalami perubahan yang cepat. Secara bertahap mereka menjadi kuning (korpus luteum) dan menghasilkan progesteron, hormon yang menyiapkan uterus untuk menerima ovum yang dibuahi.
Jika tidak terjadi konsepsi, ovum berdisintegrasi dan membran mukosa yang melapisi uterus (endometrium) , yang telah menebal dan memadat, menjadi hemoragik. Lapisan teratas sel-sel yang melapisi dan darah yang tampak dalam rongga uterus dikeluarkan melalui serviks dan vagina (menstruasi) setiap kurang lebih 28 hari selama tahun-tahun reproduktif. Setelah menstruasi berhenti, endometrium berproliferasi dan menebal akibat stimulasi estrogen, ovulasi terjadi lagi, dan siklus dimulai kembali. Ovulasi biasanya terjadi pertengahan periode menstruasi. (Smeltzer, 2001)
Gambar 3
B.     Gambaran Umum Kanker ovarii
1.      Pengertian
Kanker ovarii merupakan kumpulan tumor dengan histologi yang beraneka ragam, dapat berawal dari ketiga dermolas (ektodermal, endodermal, dan mesodermal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis yang beraneka ragam. Kanker ini tumbuh cepat dan mempunyai prognosa yang buruk. Kanker ini terdiri dari elemen-elemen embrional imatur dalam jumlah banyak. (Wiknjosastro, 2005)
2.      Etiologi
Penyebab kanker ovarii tak dikenal. Ciri-ciri pasti yang berhubungan dengan peningkatan risiko untuk kanker ovarii epitel antara lain adalah ras kulit putih, menopause pada usia yang lebih tua, riwayat kanker ovarii atau endometrium pada keluarga, dan interval ovulasi yang panjang tak disela oleh kehamilan. Sekitar satu persen dari kanker epitel adalah bawaan, di mana dua atau lebih kerabat garis pertama pernah mempunyai penyakit itu. Selain itu, silsilah dari beberapa keluarga penderita kanker ovarii memperlihatkan berbagai adenokarsinoma pada saudara kandung dan keturunannya. Prevalensi kanker ovarii meningkat pada wanita yang tidak kawin, biarawati, dan wanita kawin yang nulipara. (Hacker, 2001)
Faktor-faktor risiko termasuk diet tinggi lemak, merokok, alkohol, penggunaan bedak talk perineal, riwayat kanker payudara, kolon atau endometrium, dan riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium. Nulipara, infertilitas, dan tak ovulasi adalah faktor-faktor risiko. (Smeltzer, 2001)
3.      Patofisiologi
Ovarium mempunyai potensial besar untuk menjadi tumor neoplastik dan keganasan, perkembangan tumor ovarium yang sering terjadi baik dalam bentuk kista maupun solid (padat). Bentuk kistik ini berasal dari folikel de Graaf yang tidak sampai berovulasi, namun tumbuh terus menjadi folikel. Beberapa folikel primer yang tumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami proses atresia. Tumor ini terdiri dari jaringan ikat dengan sel-sel di tengah jaringan, bagian yang mengalami degenerasi hialin, pada kista ovarii yang besar mempunyai tangkai yang bisa menyebabkan torsi dengan gejala mendadak atau rasa nyeri pada abdomen, karena adanya benjolan , kadang disertai rasa berat dan sakit perut bagian bawah karena adanya tumor sering menyebabkan torsi yang parsial yang mendadak, dan obstruksi vena, sehingga timbul asites. (Wiknjosastro, 2005)
4.      Tanda dan Gejala
Pada stadium dini klien dapat mengeluhkan gejala yang nonspesifik atau haid yang tidak teratur kalau dia belum menopause. Gejala dari massa yang menekan kandung kemih atau rektum, misalnya frekuensi urin atau konstipasi, dapat menyebabkan klien pergi ke dokter. Kadang-kadang klien mengeluhkan suatu “rasa penuh“ pada perut bagian bawah atau pelvis atau dispareunia. Jarang sekali klien mengalami gejala akut, misalnya nyeri akibat torsi, ruptur, atau perdarahan intrakistik.
Pada stadium penyakit yang parah, klien paling sering mengalami nyeri atau pembengkakan perut, yang belakangan ini diakibatkan oleh tumor itu sendiri atau akibat asites yang menyertainya. Berdasarkan wawancara yang cermat, biasanya terdapat riwayat gejala perut yang samar-samar, misalnya kembung, konstipasi, mual, dyspepsia, anoreksia, atau kejenuhan diri. Klien pra menopause dapat mengeluhkan haid yang tidak teratur atau perdarahan vagina yang berat. Perdarahan pasca menopause kadang-kadang merupakan gejala neoplasma ovarium, terutama tumor stroma fungsional. (Hacker, 2001)
5.      Klasifikasi
Sistem penentuan stadium standar untuk kanker ovarii didasarkan pada eksplorasi pembedahan pada klien, di samping pemeriksaan klinis.
Tabel 1. Stadium Karsinoma Primer Pada Ovarium Dari FIGO
Stadium
Keterangan


I

Ia


Ib



Ic



Pertumbuhan terbatas pada ovarium.

Pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, tak ada asites. Tidak ada tumor pada permukaan luar, kapsul utuh.

Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada asites. Tidak ada tumor pada permukaan luar, kapsul utuh.

Tumor stadium Ia atau Ib tetapi dengan tumor pada permukaan satu atau kedua ovarium dengan kedua kapsul yang mengalami ruptur, atau dengan asites yang mengandung sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.


II


IIa

IIb

IIc


Pertumbuhan melibatkan satu atau kedua ovarium dengan ekstensi pelvis.

Ekstensi dan/ atau metastasis pada rahim dan/ atau tuba.

Ekstensi pada jaringan pelvis yang lain.

Tumor stadium IIa dan IIb tetapi dengan tumor pada permukaan satu atau kedua ovarium atau dengan kapsul yang mengalami ruptur, atau dengan asites yang mengandung sel ganas, atau dengan bilasan peritoneum postif.


III






IIIa


Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan implant peritoneum di luar pelvis dan/ atau kelenjar retroperitoneal atau inguinal positif. Metastasis hati yang superfisial sama dengan stadium III. Tumor terbatas pada pelvis, tetapi dengan ekstensi ganas yang terbukti secara histologi pada usus kecil atau omentum.

Tumor sangat terbatas pada pelvis yang sebenarnya, dengan kelenjar yang negatif tetapi dengan penyemaian mikroskopik yang dipastikan secara histologi pada permukaan peritoneum perut.
Stadium
Keterangan

IIIb




IIIc


Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan implant pada permukaan peritoneum perut yang dipastikan secara histologi, diameternya tak ada yang melebihi 2 cm, kelenjar negatif.

Diameter implant perut >2 cm dan/ atau kelenjar reroperitoneal atau inguinal positif.


IV

Pertumbuhan melibatkan satu atau kedua ovarium dengan metastasis yang jauh. Bila terdapat efusi pleura, harus ada hasil uji histologik yang positif untuk memasukkan suatu kasus ke dalam stadium IV. Metastasis parenkim sama dengan stadium IV.

Sumber : Hacker, 2001

Tabel 2. Klasifikasi Histogenik pada Neoplasma Ovarium Primer
Derivasi
Jenis Tumor

Berasal dari sumber epitel koelomik (80% -85%)
a.   Tumor epithelium yang “lazim“ : benigna, garis bats, ganas.
1)         Tumor serosa
2)         Tumor musinosa
3)         Tuor endometrioid
4)         Tumor sel jernih (mesonetroid)
5)         Tumor Brenner
b.   Karsinoma yang tak berdiferensiasi
c.   Karsinoma dan tumor mesodermal campuran

Berasal dari sel germinal (10 %-15%)
a.   Teratoma
1)      Teratoma matang
a)      Teratoma padat pada orang dewasa
b)      Kista dermoid
c)      Kista ovarii
Neoplasma ganas yang merupakan akibat sekunder dari jaringan teratomatosa (karsinoma skuamosa, tumor karsinoid, sarkoma)
2)      Teratoma yang belum matang

Derivasi
Jenis Tumor

Berasal dari sel germinal (10 %-15 %)
b.   Disgerminoma
c.   Tumor sinus endodermis
d.  Karsinoma embrional
e.   Koriokarsinoma
f.    Gonadoblastoma
g.   Tumor sel germinal campuran

Berasal dari stroma-gonad khusus (3-5%)
a.   Tumor sel teka granulose
1)      Tumor sel granulose
2)      Tekoma
b.   Tumor sertoli leydig
1)      Arenoblastoma
2)      Tumor sertoli
c.   Ginandroblastoma
d.  Tumor sel lipid

Berasal dari masenkim yang nonspesifik (tak sampai 1%)

a.    Fibroma, hemangioma, leiomioma, limpoma
b.   Limfoma
c.    Sarcoma

Sumber : Hacker, 2001
6.      Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dan penanganan pada setiap neoplasma membutuhkan laparotomi. Penelitian hematologik rutin sebelum pembedahan dan penelitian biokimia harus dilakukan, demikian juga radiograf dada dan pielogram intravena.
Sediaan apus Papanicolaou harus diperoleh unuk mengevaluasi serviks, tetapi uji ini mempunyai nilai yang terbatas untuk mendeteksi kanker ovarii. Biopsi endometrium dan kuretase endoserviks diperlukan pada klien dengan perdarahan vagina yang abnormal karena tumor primer secara berbarengan kadang-kadang terjadi pada ovarium dan endometrium.
Radiograf perut dapat berguna pada klien yang lebih muda untuk melokalisasi perkapuran yang berhubungan dengan keratoma kistik yang benigna (kista dermoid), yaitu neoplasma yang terbanyak ditemukan pada klien di bawah umur 25 tahun. Pada klien yang umurnya lebih dari 45 tahun, barium enema harus diperoleh untuk menyingkirkan kanker kolon primer dengan metastasis ovarium. Demikian juga pemeriksaan barium gastrointestinal bagian atas sangat diperlukan kalau terdapat gejala lambung yang bermakna. Kanker payudara juga dapat menimbulkan metastasis pada ovarium, jadi mamogram  bilateral harus dilakukan kalau terdapat massa payudara yang mencurigakan. Ultrasonografi pelvis dapat berguna untuk massa yang lebih kecil (kurang dari 8 cm) pada wanita pre menopause.
Beberapa pertanda tumor diselidiki, tetapi tak satu pun yang secara konsisten dapat dipercaya. Antigen yang berhubungna dengan tumor, CA-125, yang dapat dideteksi dengan asai serum antibodi monoclonal tikus (OC-125), yang asai serum antibodi (OC-125), terdapat pada banyak wanita yang diketahui menderita kanker ovarii. Bila asai ini meningkat, pemantauan perjalanan klinik dari penyakit itu memberi manfaat. (Hecker, 2001)
7.      Penatalaksanaan
Histerektomi abdomen total dengan pengangkatan tuba fallopii dan ovarium serta omentum (salpingo-ooferektomi bilateral dan omentektomi) adalah prosedur standar untuk penyakit tahap ini. Kemudian, terapi radiasi dan implantasi fosfor 32 (32P) intraperitoneal, isotop radioaktif, dapat dilakukan setelah pembedahan. Kemoterapi dengan preparat atau multiple-tetapi biasanya termasuk sisplatin, siklofosfamid, atau karboplatin juga digunakan.
Paklitasel (Taxol), preparat yang menjanjikan dan berasal dari pohon cemara Pasifik, bekerja dengan menyebabkan mikrotubulus di dalam sel-sel untuk berkumpul dan mencegah pemecahan struktur mirip benang. Secara umum, sel-sel tidak dapat berfungsi ketika mereka terlilit dengan mikrotubulus dan mereka tidak dapat membelah diri. Karena medikasi ini sering menyebabkan leukopenia, klien juga harus minum G-CSF (faktor granulosit coloni stimulating).
Setelah terapi tambahan diselesaikan, laparotomi dilakukan pada beberapa pusat klinik untuk pengobatan dan untuk mendapat sampel jaringan multiple untuk biopsi. Kadang kateter dipasang jika preparat radioaktif akan digunakan pascaoperatif. Kemoterapi adalah bentuk pengobatan yang paling umum pada penyakit yang telah lanjut. Infus sisplatin intraperitoneal mungkin diberikan melalui kateter Tenckoff atau Port-a-cath.(Smeltzer, 2001)

Pengobatan utama untuk karsinoma ovarii adalah operasi :
a.       Profilaksis
Kista pada usia di atas 45 tahun, TAH + Bil SO (Total Abdominal Histerektomi-Bilateral Salphingo Ooferektomi) dapat disertai omentektomi.
b.      Stadium Muda
            Angkat unilateral, usia muda, dan ingin punya anak.
c.       Stadium Klinik Lanjut
TAH (Total Abdominal Histerektomi) + Bil SO (Bilateral Salphingo Ooferektomi) + Omentektomi
Untuk stadium muda dan stadium klinik lanjut dapat dilakukan pengobatan tambahan, yaitu radiasi luar, kemoterapi, dan relaparotomi. (Manuaba, 1993)

C.    Gambaran Umum Histerektomi
1.      Pengertian
Histerektomi adalah pengangkatan uterus melalui pembedahan, paling umum dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan keganasan tertentu (contoh endometriosis/ tumor), untuk mengontrol perdarahan yang mengancam jiwa, dan kejadian infeksi pelvis yang tak sembuh-sembuh atau ruptur uterus yang tak dapat diperbaiki. (Doenges, 1999)
2.      Metode-metode Histerektomi
a.       Histerektomi Total
Histerektomi abdominalis totalis adalah pengangkatan uterus, serviks, dan ovarium. Prosedur ini dilakukan pada banyak kondisi selain kanker, termasuk perdarahan uterus disfungsi, endometriosis, pertumbuhan nonmalignan dalam uterus, serviks, dan adneksa, masalah-masalah relaksasi dan prolaps pelvis, dan cedera pada uterus yang tidak dapat diperbaiki. Kondisi malignan membutuhkan histerektomi abdomen total dan salpingo-ooferektomi bilateral (pengangkatan tuba fallopi dan ovarium). (Smeltzer, 2001) 
b.      Histerektomi Radikal (Weirtheim)
Histerektomi radikal adalah pengangkatan uterus, adneksa, vagina proksimal, dan nodus limfe bilateral melalui insisi abdomen. (Smeltzer, 2001) 
c.       Histerektomi Vaginal Radikal (Schauta)
Histerektomi vaginal radikal adalah pengangkatan vagina, uterus, adneksa dan vagina proksimal. (Catatan: “Radikal“ menunjukkan bahwa suatu area ekstensif paravaginal, paraservikal, parametrial, dan jaringan uterosakral diangkat bersama uterus). (Smeltzer, 2001) 
3.      Penatalaksanaan Praoperatif
Histerektomi dengan bantuan laparoskopik dilakukan oleh beberapa dokter dengan hasil yang sangat memuaskan dan pemulihan yang cepat. Metode ini hanya digunakan untuk histerektomi vagina dan dilakukan sebagai prosedur rawat singkat atau bedah ambulatori pada klien yang dipilih dengan sangat hati-hati. Klien menjalani hari perawatan lebih singkat dan penurunan angka kejadian infeksi pascaoperatif.
Persiapan dokter untuk klien yang akan menjalani histerektomi sedikit berbeda dengan klien yang akan menjalani laparoskopi. Biasanya, setengah bagian abdomen dan region pubis serta perineal dicukur dengan sangat cermat dan dibersihakn dengan sabun dan air (beberapa dokter bedah tidak mengharuskan pencukuran pada klien). Traktus intestinal dan kandung kemih harus dikosongkan sebelum klien dibawa ke ruang operasi untuk mencegah kontaminasi dan cedera yang tidak disengaja pada kandung kemih atau traktus intestinal. Enema dan pengirigasi antiseptik biasanya diharuskan pada malam hari sebelum hari pembedahan. Klien mendapat sedatif untuk memastikan tidur malam yang baik. Medikasi praopeatif yang diberikan pada pagi hari pembedahan akan membantu klien rileks. (Smeltzer, 2001) 
4.      Penatalaksanaan Pascaoperatif
Prinsip-prinsip umum perawatan pascaoperatif untuk bedah abdomen diterapkan, dengan perhatian khusus diberikan pada sirkulasi perifer untuk mencegah tromboflebitis dan TVP (perhatikan varicose, tingkatkan sirkulasi dengan latihan tungkai, dan menggunakan stoking elastik). Risiko utama adalah infeksi dan hemoragi. Selain itu karena tempat yang dioperasi berada dekat dengan kandung kemih, mungkin terdapat masalah berkemih, terutama setelah histerektomi vaginal.
Edema atau trauma saraf dapat menyebabkan kehilangan sementara tonus kandung kemih (atonia kandung kemih), dan dapat digunakan kateter indwelling. Selama pembedahan, penanganan usus dan ileus dapat mengganggu fungsi usus. (Smeltzer, 2001) 

D.  Gambaran Umum Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Histerektomi
1.         Pengkajian
Pengkajian klien post histerektomi menurut Smeltzer, 2001 adalah sebagai berikut.
a. Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pelvis, serta pemeriksaan laboratorium dilakukan.
b.    Data pengkajian tambahan mencakup respons psikososial klien, karena keharusan menjalani histerektomi dapat menunjukkan reaksi emosional yang kuat dan adanya ketakutan.
c.    Jika histerektomi dilakukan untuk mengangkat tumor malignan, ansietas yang berhubungan dengan ketakutan akan adanya kanker dan kematian menambah stress pada klien dan keluarganya.
d.   Ansietas berasal dari beberapa faktor lingkungan yang asing, efek pembedahan pada citra tubuh dan kemampuan reprodukitf, ketakutan dan ketidaknyamanan lainnya, serta sensitivitas dan kemungkinan perasaan malu tentang pemajanan area genetalia dalam periode perioperatif. Konflik antara pengobatan bedah dan keyakinan keagamaan dapat juga menyulitkan.
e. Klien sering mempunyai reaksi emosional kuat terhadap histerektomi, yang biasanya menimbulkan perasaan personal yang kuat berhubungan dengan diagnosis, orang terdekat yang mungkin terlibat (keluarga, pasangan), keyakinan keagamaan dan prognosis.
f. Kekhawatiran dapat timbul (seperti ketakutan tidak mempunyai anak dan efek pada feminitas), seperti pertanyaan tentang dampak pembedahan pada hubungan seksual dan kepuasan seksual.
g.    Ketika keseimbangan hormonal terganggu, seperti yang biasanya terganggu pada gangguan sistem reproduktif, klien dapat mengalami depresi dan sensitivitas emosional yang meningkat pada orang dan situiasi.
h.    Nyeri dan ketidaknyamanan abdomen adalah hal yang umum terjadi.
i.    Histerektomi secara khas menyebabkan keletihan dan kelemahan selama beberapa minggu (seperti yang biasanya ditimbulkan oleh bedah mayor).
j.      Perdarahan vaginal dan hemoragi dapat terjadi setelah histerektomi.
k.   Karena posisi selama pembedahan, edema pascaoperatif, dan imobilitas, klien berisiko untuk mengalami trombosis vena profunda dan embolus pulmonal.
l.      Kemungkinan terjadi kesulitan berkemih pascaoperatif.
2.         Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien post histerektomi menurut Smeltzer, 2001 adalah sebagai berikut.
a.    Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri, kehilangan feminitas, dan perubahan bentuk tubuh.
b.  Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.
c.    Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
d.   Kurang pengetahuan tentang aspek-aspek perioperatif histerektomi dan perawatan diri.
e.    PK hemoragi.
f.     PK trombosis vena profunda.
g.    PK disfungsi kandung kemih.
3.         Perencanaan Keperawatan
Tujuan utama dapat mencakup penghilangan ansietas, penerimaan diri setelah kehilangan uterus, tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, penigkatan pengetahuan tentang persyaratan perawatan diri, dan pencegahan komplikasi.
Perencanaan keperawatan pada klien dengan post histerektomi menurut Smeltzer, 2001 adalah sebagai berikut.
a.     Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri, kehilangan feminitas, dan perubahan bentuk tubuh.
Intervensi :
1)  Perawat harus menentukan apa makna pengalaman pembedahan bagi klien dan bagaimana membantu klien dalam mengekspresikan perasaannya kepada seseorang yang dapat memahami dan membantunya.
2)        Penjelasan tentang persiapan fisik diberikan sepanjang periode praoperatif.
b.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.
Intervensi :
1)   Jelaskan pada klien bahwa ia tetap akan mempunyai vagina dan akan tetap dapat melakukan hubungan seksual setelah abstineus sementara pascaoperatif untuk memulihkan integritas jaringan.
2)    Informasikan bahwa kepuasan seksual dan orgasme dapat timbul dari stimulasi klitoris dan bukan dari uterus, sehingga dapat memberikan efek menenangkan pada banyak wanita.
3)    Dekati dan evaluasi setiap klien secara individual untuk menangani depresi dan sensitivitas emosional yang meningkat terhadap orang dan situasi.
4)  Tunjukkan minat, kekhawatiran dan keinginan untuk mendengarkan kekuatan klien, sehingga dapat membantu kemajuan klien sepanjang pengalaman pembedahannya.
c.       Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
Intervensi :
1)  Analgesik dapat diberikan sesuai yang diresepkan untuk menghilangkan nyeri dan meningkatkan pergerakan dan ambulasi.
2)  Untuk menghilangkan ketidaknyamanan akibat distensi abdomen, selang nasogastrik dapat dipasang sebelum klien meninggalkan ruang operasi.
3)      Dalam periode pascaoperatif, cairan dan makanan dapat dipantang selama 1 atau 2 hari.
4)   Jika klien mengalami distensi abdomen atau flatus, selang rektal dapat dipasang, juga pemasangan penghangat pada abdomen dapat diberikan.
5)     Apabila auskultasi abdomen mendeteksi adanya bising usus yang menandakan peristaltik, klien dapat menerima cairan tambahan dan diet lunak.
6)     Anjurkan ambulasi untuk memudahkan kembalinya peristaltik normal.
d.   Kurang pengetahuan tentang aspek-aspek perioperatif histerektomi dan perawatan diri.
Intervensi :
1)   Informasikan kepada klien tentang keterbatasan atau pantangan yang ada yang harus dijalani.
2)   Anjurkan klien untuk melanjutkan aktivitas secara bertahap, hindarkan duduk dalam waktu yang lama karena dengan melakukan hal ini dapat menyebabkan darah berkumpul dalam pelvis dan meningkatkan risiko tromboflebitis.
3)     Anjurkan untuk mandi shower daripada rendam duduk untuk mengurangi kemungkinan infeksi dan menghindari cedera akibat keluar masuk bak mandi dalam posisi duduk
4)    Instruksikan untuk menghindari mengejan, mengangkat, melakukan hubungan seksual atau mengendarai kendaraan sampai dokter membolehkan ia untuk kembali melakukan aktivitas ini.
5)        Laporkan adanya rabas vagina, bau yang tidak enak, perdarahan berlebihan, nyeri atau kemerahan pada tungkai, atau kenaikan suhu tubuh.
e.       PK hemoragi
             Intervensi :
1)     Hitung pembalut yang digunakan, kaji seberapa jauh pembalut tersebut basah oleh darah.
2)        Pantau tanda- tanda vital klien.
3)        Pantau balutan abdomen terhadap drainase jika tindakan bedah abdomen dilakukan.
4)  Dalam persiapan untuk pemulangan dari rumah sakit, berikan pedoman mengenai pembatasan aktivitas untuk meningkatkan penyembuhan dan untuk mencegah perdarahan pascaoperatif.
f.       PK trombosis vena profunda
Intervensi :
1)   Dorong dan bantu untuk mengubah posisi dengan sering, meski tekanan di bawah lutut harus dihindari.
2)     Bantu klien untuk ambulasi dini dalam periode pascaoperatif dan dorong klien melakukan latihan pada tungkai serta kakinya ketika ia sedang di tempat tidur.
3)    Kaji terhadap adanya trombosis vena profunda (nyeri pada tungkai, tanda Homan positif) dan embolisme pulmoner (nyeri dada, takikardia, dispnea).
4)    Instruksikan klien untuk menghindari duduk di kursi dalam waktu lama dengan tekanan pada lutut, duduk dengan tungkai disilangkan, dan imobilitas.
g.      PK disfungsi kandung kemih
Intervensi :
1)    Pasang kateter indwelling sebelum pembedahan dan dibiarkan dalam periode singkat setelah pembedahan.
2)        Lepaskan kateter, segera setelah klien ambulasi.
3)        Setelah kateter dilepas, haluaran urin dipantau dan abdomen dikaji terhadap distensi.
4)        Jika klien tidak berkemih dalam waktu yang telah ditentukan, tindakan dilakukan untuk mendorong berkemih (mis. membantu klien untuk ke kamar mandi, menyiramkan air hangat di atas perineum). Jika klien tetap tidak dapat bekemih, maka kemungkinan diperlukan lagi pemasangan kateter.
4.         Implementasi
Fase implementasi dari proses keperawatan mengikuti rumusan dari rencana keperawatan. Implementasi untuk klien post histerektomi menurut Smeltzer, 2001 adalah sebagai berikut.
a.    Menghilangkan ansietas.
b.    Memperbaiki citra tubuh.
c.    Menghilangkan nyeri.
d.   Memberikan penyuluhan klien dan memelihara kesehatan.
e. Memantau dan menangani komplikasi potensial : hemoragi, trombosis vena profunda, dan disfungsi kandung kemih.
5.         Evaluasi
Hasil yang diharapkan untuk klien post histerektomi menurut Smeltzer, 2001 adalah sebagai berikut.
a.    Mengalami penurunan ansietas.
b.    Menerima perubahan-perubahan yang berhubungan dengan pembedahan.
1)        Membicarakan perubahan yang dihasilkan dari pembedahan dengan pasangan.
2)  Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan yang ia alami dan rencana pengobatannya.
3)        Menunjukkan kesedihan atau depresi minimal.
c.    Mengalami nyeri dan ketidaknyamanan minimal.
1)        Melaporkan peredaan nyeri dan ketidaknyamanan abdomen.
2)        Melakukan ambulasi tanpa rasa nyeri.
d.   Mengungkapkan pengetahuan dan pemahaman tentang perawatan diri.
1)        Melakukan praktik nafas dalam, berbalik, dan latihan tungkai sesuai yang diinstruksikan.
2)        Meningkatkan aktivitas dan ambulasi setiap hari.
3)        Melaporkan masukan cairan yang adekuat dan haluaran urine yang adekuat.
4)        Mengidentifikasi gejala-gejala yang dapat dilaporkan.
5)        Menjadwalkan dan menepati perjanjian tindak lanjut.
e.    Tidak menagalami komplikasi.
1)        Mengalami perdarahan vaginal minimal dan menunjukkan tanda-tanda vital normal.
2)        Melakukan ambulasi secara rutin.
3)    Melaporkan tidak adanya nyeri betis dan tidak adanya kemerahan, nyeri tekan, atau pembengkakan pada ekstremitas.
4)        Melaporkan tidak adanya masalah perkemihan atau distensi abdomen.
6.         Pendokumentasian
Pelaksanaan tindakan keperawatan diikuti dengan dokumentasi yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Jenis catatan keperawatan yang digunakan untuk mendokumentasikan tindakan keperawatan adalah catatan perkembangan SOAPIE.
S
:
Data subjektif. Perkembangan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan klien.
O
:
Data objektif. Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat.
A
:
Analisis. Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif, dinilai dan dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan sampai di mana masalah yang ada dapat teratasi/ adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
P
:
Rencana penanganan klien, dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis di atas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal tidak efektif.
I
:
Implementasi. Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E
:
Evaluasi. Berisi penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan, dan sejauh mana masalah klien teratasi. (Hidayat, 2001)


DAFTAR PUSTAKA

. Diagnosa Keperawatan NANDA NIC NOC Dilengkapi Aplikasi  KasusDischarge Planning.

Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk  Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Effendi, Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.

Hartini, (2008, 19 Oktober). Kista, Tumor,dan Kanker Berhubungan Erat Dengan Tingkat Kesuburan yang Rendah. Diakses 9 Juni 2009 Dari http://www.berbagisehat.com/index.php?option=com_content&view=article&id=190:kista-tumor-pada-ovarium-yang-bisa-menjadi-kanker&catid=56:mom-a-kiddie&Itemid=71.

Hecker, Neville F. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2001. Pengantar Dokumentasi Proses Keperaawatan. Jakarta : EGC.

Kee, Joyce LeFever. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta : EGC.

Manuaba, Ida Bagus Gede. 1993. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.

Nasdaldy, (2008, 3 Mei). Penanganan Kanker Ovarium. Diakses 9 Juni 2009 Dari http://www.blogdokter.net//2008/05/30/kista-ovarium/.

Nursalam, 2001. Proses Keperawatan & Dokumentasi Keperawatan : Konsep & Praktik. Jakarta : Salemba Medika.
Pdpersi, (2005, 15 September). Musuh Dibalik Kesempurnaan Wanita
Kista dan Kanker pada Organ Reproduksi Wanita. Diakses 9 Juni 2009 Dari http : //www.pdpersi.co.id/? show = detailnews & kode = 990&tbl = biaswanita.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi 4. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar