TINJAUAN PUSTAKA
A.
Anatomi dan Fisiologi Genetalia Wanita
1.
Pengertian
Sistem reproduksi
wanita terdiri dari organ dalam, yang terletak di dalam rongga pelvis dan
ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia luar yang terletak di perineum.
Struktur reproduksi dalam dan luar wanita menjadi berkembang dan menjadi matur
akibat rangsangan hormon estrogen dan progesteron. (Bobak,
2004)
2.
Genetalia Luar
Genetalia luar (vulva) mencakup dua lipatan
jaringan tebal yang disebut labia mayora dan dua bibir yang lebih kecil,
tersusun atas jaringan yang sangat halus disebut labia minora, yang terletak di
antara labia mayora. Bagian
atas dari labia minora bersatu, membentuk penutup parsial dari klitoris, organ
sangat sensitif yang terdiri atas jaringan erektil. Antara labia minora, di
bawah dan sebelah posterior klitoris, terdapat meatus urinarius, yang merupakan
ostium luar uretra wanita dengan panjang sekitar 3 cm. Di bawah orifisium ini
terdapat ostium yang lebih besar, yaitu orifisium vagina atau introitus. Pada
setiap sisi orifisium vagina terdapat kelenjar vestibular (bartholin’s),
suatu struktur biji kacang yang mengalirkan sekresi mukusnya melalui duktus
kecil. Ostium duktus terletak di dalam labia minora, di sebelah eksernal himen.
Jaringan antara genetalia luar dan anus adalah forset, dan semua jaringan yang
membentuk genetalia luar wanita disebut perineum. (Smeltzer,
2001)
3.
Organ-organ Genetalia Dalam
a.
Vagina
Vagina merupakan
suatu kanal yang dilapisi oleh membran mukosa dan terbentang dari depan ke
belakang, dari vulva ke serviks sepanjang 7,5 sampai 10 cm. Di sebelah inferior
vagina adalah kandung kemih dan uretra, dan di sebelah posterior vagina
terletak rektum. Dinding anterior dan posterior vagina normalnya bersentuhan
satu sama lain. Bagian atas vagina, forniks, mangelilingi serviks (leher sempit
dari uretra). (Smeltzer, 2001)
b.
Uterus
Uterus, organ muskular berbentuk buah pir. Mempunyai panjang 7,5 cm dan
lebar 5 cm pada bagian atasnya. Dindingnya mempunyai tebal sekitar 1,25 cm.
Uterus mempunyai dua bagian serviks, yang menonjol ke dalam vagina, dan
bagian atas yang lebih besar yaitu fundus atau korpus, yang ditutupi secara posterior
dan anterior (sebagian) peritoneum. Uterus terletak di sebelah posterior
kandung kemih dan dipertahankan posisinya dalam rongga pelvis oleh beberapa
ligamen. Ligamentum teres terbentang secara anterior dan lateral di sepanjang
cincin dalam inguinal dan turun di sepanjang jaringan labia mayora. Ligamentum
latum adalah lipatan perineum yang memanjang dari dinding pelvis lateral dan
membungkus tuba fallopii. Ligamentum uterosakral memanjang sepanjang secara
posterior sampai ke sakrum.
Bagian dalam fundus yang berbentuk segitiga menyempit ke dalam kanal kecil
serviks yang mengecil pada setiap ujungnya, disebut sebagai os luar dan os dalam.
Bagian lateral atas uterus disebut koruna. Dari tempat ini oviduk atau tuba
fallopii (atau uterus) memanjang ke arah luar, luminanya diteruskan secara dalam
oleh rongga uterus. (Smeltzer, 2001)
c.
Ovarium
Ovarium terletak di belakang ligamentum latum, di belakang dan bawah tuba
fallopii. Ovarium adalah badan oval yang mempunyai panjang 3 cm. Pada saat
lahir ovarium mengandung ratusan sel-sel telur yang sangat kecil atau ova.
Ovarium dan tuba fallopii disebut adneksa.
Pada saat pubertas (biasanya antara usia ke-12 dan 14) ,ova mulai matang.
Selama periode yang dikenal dengan fase folikular, sebuah ovum membesar seperti
sejenis kista yang dikenal sebagai folikel graafian sampai ia mencapai permukaan
ovarium, kemudian ruptur. Ovum (atau oosit)
dikeluarkan ke dalam rongga peritoneal. Periode pelepasan ovum matang
ini disebut ovulasi. Ovum biasanya menemukan jalannya ke dalam tuba fallopii,
tempat dimana ovum dibawa ke uterus. Jika ovum ini bertemu dengan spermatozoa,
sel reproduksi pria, akan terjadi penyatuan dan terjadi konsepsi. Setelah
pelepasan ovum, sel-sel folikel graafian mengalami perubahan yang cepat. Secara
bertahap mereka menjadi kuning (korpus luteum) dan menghasilkan progesteron,
hormon yang menyiapkan uterus untuk menerima ovum yang dibuahi.
Jika tidak terjadi konsepsi, ovum berdisintegrasi dan membran mukosa yang
melapisi uterus (endometrium) , yang telah menebal dan memadat, menjadi
hemoragik. Lapisan teratas sel-sel yang melapisi dan darah yang tampak dalam
rongga uterus dikeluarkan melalui serviks dan vagina (menstruasi) setiap kurang
lebih 28 hari selama tahun-tahun reproduktif. Setelah menstruasi berhenti,
endometrium berproliferasi dan menebal akibat stimulasi estrogen, ovulasi
terjadi lagi, dan siklus dimulai kembali. Ovulasi biasanya terjadi pertengahan
periode menstruasi. (Smeltzer, 2001)
B.
Gambaran Umum Kanker
ovarii
1.
Pengertian
Kanker ovarii
merupakan kumpulan tumor dengan histologi yang beraneka ragam, dapat berawal
dari ketiga dermolas (ektodermal, endodermal, dan mesodermal) dengan
sifat-sifat histologis maupun biologis yang beraneka ragam. Kanker ini tumbuh
cepat dan mempunyai prognosa yang buruk. Kanker ini terdiri dari elemen-elemen
embrional imatur dalam jumlah banyak. (Wiknjosastro,
2005)
2.
Etiologi
Penyebab kanker ovarii tak dikenal. Ciri-ciri pasti yang berhubungan dengan
peningkatan risiko untuk kanker ovarii epitel antara lain adalah ras kulit
putih, menopause pada usia yang lebih tua, riwayat kanker ovarii atau
endometrium pada keluarga, dan interval ovulasi yang panjang tak disela oleh
kehamilan. Sekitar satu persen dari kanker epitel adalah bawaan, di mana dua
atau lebih kerabat garis pertama pernah mempunyai penyakit itu. Selain itu,
silsilah dari beberapa keluarga penderita kanker ovarii memperlihatkan berbagai
adenokarsinoma pada saudara kandung dan keturunannya. Prevalensi kanker ovarii
meningkat pada wanita yang tidak kawin, biarawati, dan wanita kawin yang
nulipara. (Hacker, 2001)
Faktor-faktor risiko termasuk diet tinggi lemak, merokok, alkohol,
penggunaan bedak talk perineal, riwayat kanker payudara, kolon atau endometrium,
dan riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium. Nulipara,
infertilitas, dan tak ovulasi adalah faktor-faktor risiko. (Smeltzer, 2001)
3.
Patofisiologi
Ovarium mempunyai potensial besar untuk menjadi tumor neoplastik dan
keganasan, perkembangan tumor ovarium yang sering terjadi baik dalam bentuk
kista maupun solid (padat). Bentuk kistik ini
berasal dari folikel de Graaf yang tidak sampai berovulasi, namun tumbuh terus
menjadi folikel. Beberapa folikel primer yang tumbuh di bawah pengaruh estrogen
tidak mengalami proses atresia. Tumor ini terdiri dari jaringan ikat dengan
sel-sel di tengah jaringan, bagian yang mengalami degenerasi hialin, pada kista
ovarii yang besar mempunyai tangkai yang bisa menyebabkan torsi dengan gejala
mendadak atau rasa nyeri pada abdomen, karena adanya benjolan , kadang disertai
rasa berat dan sakit perut bagian bawah karena adanya tumor sering menyebabkan
torsi yang parsial yang mendadak, dan obstruksi vena, sehingga timbul asites. (Wiknjosastro, 2005)
4.
Tanda dan Gejala
Pada stadium dini klien dapat mengeluhkan gejala yang nonspesifik atau haid
yang tidak teratur kalau dia belum menopause. Gejala dari massa yang menekan
kandung kemih atau rektum, misalnya frekuensi urin atau konstipasi, dapat
menyebabkan klien pergi ke dokter. Kadang-kadang klien mengeluhkan suatu “rasa
penuh“ pada perut bagian bawah atau pelvis atau dispareunia. Jarang sekali klien
mengalami gejala akut, misalnya nyeri akibat torsi, ruptur, atau perdarahan
intrakistik.
Pada stadium penyakit yang parah, klien paling sering mengalami nyeri atau
pembengkakan perut, yang belakangan ini diakibatkan oleh tumor itu sendiri atau
akibat asites yang menyertainya. Berdasarkan wawancara yang cermat, biasanya
terdapat riwayat gejala perut yang samar-samar, misalnya kembung, konstipasi,
mual, dyspepsia, anoreksia, atau kejenuhan diri. Klien pra menopause dapat
mengeluhkan haid yang tidak teratur atau perdarahan vagina yang berat.
Perdarahan pasca menopause kadang-kadang merupakan gejala neoplasma ovarium,
terutama tumor stroma fungsional. (Hacker, 2001)
5.
Klasifikasi
Sistem penentuan
stadium standar untuk kanker ovarii didasarkan pada eksplorasi pembedahan pada klien,
di samping pemeriksaan klinis.
Tabel 1. Stadium Karsinoma Primer Pada Ovarium Dari FIGO
Stadium
|
Keterangan
|
I
Ia
Ib
Ic
|
Pertumbuhan terbatas pada ovarium.
Pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, tak ada asites. Tidak ada
tumor pada permukaan luar, kapsul utuh.
Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada asites. Tidak
ada tumor pada permukaan luar, kapsul utuh.
Tumor stadium Ia atau Ib tetapi dengan tumor pada permukaan satu
atau kedua ovarium dengan kedua kapsul yang mengalami ruptur, atau dengan
asites yang mengandung sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
|
II
IIa
IIb
IIc
|
Pertumbuhan melibatkan satu atau kedua ovarium dengan ekstensi
pelvis.
Ekstensi dan/ atau metastasis pada rahim dan/ atau tuba.
Ekstensi pada jaringan pelvis yang lain.
Tumor stadium IIa dan IIb tetapi dengan tumor pada permukaan satu
atau kedua ovarium atau dengan kapsul yang mengalami ruptur, atau dengan
asites yang mengandung sel ganas, atau dengan bilasan peritoneum postif.
|
III
IIIa
|
Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan implant peritoneum
di luar pelvis dan/ atau kelenjar retroperitoneal atau inguinal positif.
Metastasis hati yang superfisial sama dengan stadium III. Tumor terbatas pada
pelvis, tetapi dengan ekstensi ganas yang terbukti secara histologi pada usus
kecil atau omentum.
Tumor sangat terbatas pada pelvis yang sebenarnya, dengan kelenjar
yang negatif tetapi dengan penyemaian mikroskopik yang dipastikan secara
histologi pada permukaan peritoneum perut.
|
Stadium
|
Keterangan
|
IIIb
IIIc
|
Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan implant pada permukaan
peritoneum perut yang dipastikan secara histologi, diameternya tak ada yang
melebihi 2 cm, kelenjar negatif.
Diameter implant perut >2 cm dan/ atau kelenjar reroperitoneal
atau inguinal positif.
|
IV
|
Pertumbuhan melibatkan satu atau kedua ovarium dengan metastasis
yang jauh. Bila terdapat efusi pleura, harus ada hasil uji histologik yang
positif untuk memasukkan suatu kasus ke dalam stadium IV. Metastasis parenkim
sama dengan stadium IV.
|
Sumber : Hacker, 2001
Tabel 2. Klasifikasi Histogenik pada Neoplasma Ovarium Primer
Derivasi
|
Jenis Tumor
|
Berasal dari sumber epitel koelomik (80% -85%)
|
a.
Tumor
epithelium yang “lazim“ : benigna, garis bats, ganas.
1)
Tumor serosa
2)
Tumor musinosa
3)
Tuor endometrioid
4)
Tumor sel jernih (mesonetroid)
5)
Tumor Brenner
b.
Karsinoma yang tak
berdiferensiasi
c.
Karsinoma dan tumor mesodermal
campuran
|
Berasal dari
sel germinal (10 %-15%)
|
a.
Teratoma
1)
Teratoma matang
a)
Teratoma padat pada orang
dewasa
b)
Kista dermoid
c)
Kista ovarii
Neoplasma ganas yang merupakan akibat
sekunder dari jaringan teratomatosa (karsinoma skuamosa, tumor karsinoid, sarkoma)
2)
Teratoma yang belum matang
|
Derivasi
|
Jenis Tumor
|
Berasal dari
sel germinal (10 %-15 %)
|
b.
Disgerminoma
c.
Tumor sinus endodermis
d. Karsinoma embrional
e.
Koriokarsinoma
f.
Gonadoblastoma
g.
Tumor sel germinal campuran
|
Berasal dari stroma-gonad khusus (3-5%)
|
a.
Tumor sel teka granulose
1)
Tumor sel granulose
2)
Tekoma
b.
Tumor sertoli leydig
1)
Arenoblastoma
2)
Tumor sertoli
c.
Ginandroblastoma
d. Tumor sel lipid
|
Berasal dari masenkim yang nonspesifik (tak
sampai 1%)
|
a.
Fibroma, hemangioma,
leiomioma, limpoma
b.
Limfoma
c.
Sarcoma
|
Sumber : Hacker, 2001
6.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dan penanganan pada setiap neoplasma membutuhkan laparotomi.
Penelitian hematologik rutin sebelum pembedahan dan penelitian biokimia harus
dilakukan, demikian juga radiograf dada dan pielogram intravena.
Sediaan apus Papanicolaou harus diperoleh unuk mengevaluasi serviks, tetapi
uji ini mempunyai nilai yang terbatas untuk mendeteksi kanker ovarii. Biopsi
endometrium dan kuretase endoserviks diperlukan pada klien dengan perdarahan
vagina yang abnormal karena tumor primer secara berbarengan kadang-kadang
terjadi pada ovarium dan endometrium.
Radiograf perut dapat berguna pada klien yang lebih muda untuk melokalisasi
perkapuran yang berhubungan dengan keratoma kistik yang benigna (kista dermoid),
yaitu neoplasma yang terbanyak ditemukan pada klien di bawah umur 25 tahun.
Pada klien yang umurnya lebih dari 45 tahun, barium enema harus diperoleh untuk
menyingkirkan kanker kolon primer dengan metastasis ovarium. Demikian juga
pemeriksaan barium gastrointestinal bagian atas sangat diperlukan kalau
terdapat gejala lambung yang bermakna. Kanker payudara juga dapat menimbulkan
metastasis pada ovarium, jadi mamogram
bilateral harus dilakukan kalau terdapat massa payudara yang
mencurigakan. Ultrasonografi pelvis dapat berguna untuk massa yang lebih kecil
(kurang dari 8 cm) pada wanita pre menopause.
Beberapa pertanda tumor diselidiki, tetapi tak satu pun yang secara
konsisten dapat dipercaya. Antigen yang berhubungna dengan tumor, CA-125, yang
dapat dideteksi dengan asai serum antibodi monoclonal tikus (OC-125), yang asai
serum antibodi (OC-125), terdapat pada banyak wanita yang diketahui menderita kanker
ovarii. Bila asai ini meningkat, pemantauan perjalanan klinik dari penyakit itu
memberi manfaat. (Hecker, 2001)
7.
Penatalaksanaan
Histerektomi
abdomen total dengan pengangkatan tuba fallopii dan ovarium serta omentum (salpingo-ooferektomi
bilateral dan omentektomi) adalah prosedur standar untuk penyakit tahap ini.
Kemudian, terapi radiasi dan implantasi fosfor 32 (32P) intraperitoneal, isotop radioaktif,
dapat dilakukan setelah pembedahan. Kemoterapi dengan preparat atau multiple-tetapi
biasanya termasuk sisplatin, siklofosfamid, atau karboplatin juga digunakan.
Paklitasel
(Taxol), preparat yang menjanjikan dan berasal dari pohon cemara Pasifik,
bekerja dengan menyebabkan mikrotubulus di dalam sel-sel untuk berkumpul dan
mencegah pemecahan struktur mirip benang. Secara umum, sel-sel tidak dapat
berfungsi ketika mereka terlilit dengan mikrotubulus dan mereka tidak dapat
membelah diri. Karena medikasi ini sering menyebabkan leukopenia, klien juga
harus minum G-CSF (faktor granulosit
coloni stimulating).
Setelah
terapi tambahan diselesaikan, laparotomi dilakukan pada beberapa pusat klinik
untuk pengobatan dan untuk mendapat sampel jaringan multiple untuk biopsi.
Kadang kateter dipasang jika preparat radioaktif akan digunakan pascaoperatif.
Kemoterapi adalah bentuk pengobatan yang paling umum pada penyakit yang telah
lanjut. Infus sisplatin intraperitoneal mungkin diberikan melalui kateter Tenckoff
atau Port-a-cath.(Smeltzer, 2001)
Pengobatan
utama untuk karsinoma ovarii adalah operasi :
a.
Profilaksis
Kista pada usia di atas 45
tahun, TAH + Bil SO (Total Abdominal Histerektomi-Bilateral Salphingo
Ooferektomi) dapat disertai omentektomi.
b.
Stadium Muda
Angkat unilateral,
usia muda, dan ingin punya anak.
c.
Stadium Klinik Lanjut
TAH (Total Abdominal Histerektomi)
+ Bil SO (Bilateral Salphingo Ooferektomi) + Omentektomi
Untuk stadium muda
dan stadium klinik lanjut dapat dilakukan pengobatan tambahan, yaitu radiasi luar,
kemoterapi, dan relaparotomi. (Manuaba, 1993)
C.
Gambaran Umum
Histerektomi
1.
Pengertian
Histerektomi adalah pengangkatan uterus
melalui pembedahan, paling umum dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan
keganasan tertentu (contoh endometriosis/ tumor), untuk mengontrol perdarahan
yang mengancam jiwa, dan kejadian infeksi pelvis yang tak sembuh-sembuh atau
ruptur uterus yang tak dapat diperbaiki. (Doenges, 1999)
2.
Metode-metode Histerektomi
a.
Histerektomi Total
Histerektomi
abdominalis totalis adalah pengangkatan uterus, serviks, dan ovarium. Prosedur
ini dilakukan pada banyak kondisi selain kanker, termasuk perdarahan uterus
disfungsi, endometriosis, pertumbuhan nonmalignan dalam uterus, serviks, dan
adneksa, masalah-masalah relaksasi dan prolaps pelvis, dan cedera pada uterus
yang tidak dapat diperbaiki. Kondisi malignan membutuhkan histerektomi abdomen
total dan salpingo-ooferektomi bilateral (pengangkatan tuba fallopi dan ovarium).
(Smeltzer, 2001)
b.
Histerektomi Radikal (Weirtheim)
Histerektomi
radikal adalah pengangkatan uterus, adneksa, vagina proksimal, dan nodus limfe
bilateral melalui insisi abdomen. (Smeltzer, 2001)
c.
Histerektomi Vaginal Radikal (Schauta)
Histerektomi
vaginal radikal adalah pengangkatan vagina, uterus, adneksa dan vagina
proksimal. (Catatan: “Radikal“ menunjukkan bahwa suatu area ekstensif
paravaginal, paraservikal, parametrial, dan jaringan uterosakral diangkat
bersama uterus). (Smeltzer, 2001)
3.
Penatalaksanaan Praoperatif
Histerektomi dengan bantuan laparoskopik dilakukan oleh beberapa dokter
dengan hasil yang sangat memuaskan dan pemulihan yang cepat. Metode ini hanya
digunakan untuk histerektomi vagina dan dilakukan sebagai prosedur rawat
singkat atau bedah ambulatori pada klien yang dipilih dengan sangat hati-hati. Klien
menjalani hari perawatan lebih singkat dan penurunan angka kejadian infeksi
pascaoperatif.
Persiapan dokter untuk klien yang akan menjalani histerektomi sedikit
berbeda dengan klien yang akan menjalani laparoskopi. Biasanya, setengah bagian
abdomen dan region pubis serta perineal dicukur dengan sangat cermat dan dibersihakn
dengan sabun dan air (beberapa dokter bedah tidak mengharuskan pencukuran pada klien).
Traktus intestinal dan kandung kemih harus dikosongkan sebelum klien dibawa ke
ruang operasi untuk mencegah kontaminasi dan cedera yang tidak disengaja pada
kandung kemih atau traktus intestinal. Enema dan pengirigasi antiseptik
biasanya diharuskan pada malam hari sebelum hari pembedahan. Klien mendapat
sedatif untuk memastikan tidur malam yang baik. Medikasi praopeatif yang
diberikan pada pagi hari pembedahan akan membantu klien rileks. (Smeltzer, 2001)
4.
Penatalaksanaan Pascaoperatif
Prinsip-prinsip umum
perawatan pascaoperatif untuk bedah abdomen diterapkan, dengan perhatian khusus
diberikan pada sirkulasi perifer untuk mencegah tromboflebitis dan TVP (perhatikan
varicose, tingkatkan sirkulasi dengan latihan tungkai, dan menggunakan stoking
elastik). Risiko utama adalah
infeksi dan hemoragi. Selain itu karena tempat yang dioperasi berada dekat
dengan kandung kemih, mungkin terdapat masalah berkemih, terutama setelah
histerektomi vaginal.
Edema atau trauma saraf dapat menyebabkan kehilangan sementara tonus kandung
kemih (atonia kandung kemih), dan dapat digunakan kateter indwelling. Selama pembedahan,
penanganan usus dan ileus dapat mengganggu fungsi usus. (Smeltzer, 2001)
D. Gambaran Umum Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Histerektomi
1.
Pengkajian
Pengkajian klien
post histerektomi menurut Smeltzer, 2001 adalah sebagai berikut.
a. Riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pelvis, serta pemeriksaan
laboratorium dilakukan.
b.
Data
pengkajian tambahan mencakup respons psikososial klien, karena keharusan
menjalani histerektomi dapat menunjukkan reaksi emosional yang kuat dan adanya
ketakutan.
c.
Jika
histerektomi dilakukan untuk mengangkat tumor malignan, ansietas yang
berhubungan dengan ketakutan akan adanya kanker dan kematian menambah stress
pada klien dan keluarganya.
d.
Ansietas
berasal dari beberapa faktor lingkungan yang asing, efek pembedahan pada citra
tubuh dan kemampuan reprodukitf, ketakutan dan ketidaknyamanan lainnya, serta
sensitivitas dan kemungkinan perasaan malu tentang pemajanan area genetalia
dalam periode perioperatif. Konflik antara pengobatan bedah dan keyakinan
keagamaan dapat juga menyulitkan.
e. Klien
sering mempunyai reaksi emosional kuat terhadap histerektomi, yang biasanya
menimbulkan perasaan personal yang kuat berhubungan dengan diagnosis, orang
terdekat yang mungkin terlibat (keluarga, pasangan), keyakinan keagamaan dan
prognosis.
f. Kekhawatiran
dapat timbul (seperti ketakutan tidak mempunyai anak dan efek pada feminitas),
seperti pertanyaan tentang dampak pembedahan pada hubungan seksual dan kepuasan
seksual.
g.
Ketika
keseimbangan hormonal terganggu, seperti yang biasanya terganggu pada gangguan
sistem reproduktif, klien dapat mengalami depresi dan sensitivitas emosional
yang meningkat pada orang dan situiasi.
h.
Nyeri
dan ketidaknyamanan abdomen adalah hal yang umum terjadi.
i. Histerektomi
secara khas menyebabkan keletihan dan kelemahan selama beberapa minggu (seperti
yang biasanya ditimbulkan oleh bedah mayor).
j.
Perdarahan
vaginal dan hemoragi dapat terjadi setelah histerektomi.
k. Karena
posisi selama pembedahan, edema pascaoperatif, dan imobilitas, klien berisiko
untuk mengalami trombosis vena profunda dan embolus pulmonal.
l.
Kemungkinan
terjadi kesulitan berkemih pascaoperatif.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan pada klien post histerektomi menurut Smeltzer, 2001 adalah sebagai
berikut.
a.
Ansietas
berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri, kehilangan
feminitas, dan perubahan bentuk tubuh.
b. Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan hubungan
dengan pasangan dan keluarga.
c.
Nyeri
berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
d.
Kurang
pengetahuan tentang aspek-aspek perioperatif histerektomi dan perawatan diri.
e.
PK hemoragi.
f.
PK trombosis vena profunda.
g.
PK disfungsi kandung kemih.
3.
Perencanaan Keperawatan
Tujuan utama dapat
mencakup penghilangan ansietas, penerimaan diri setelah kehilangan uterus,
tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, penigkatan pengetahuan tentang
persyaratan perawatan diri, dan pencegahan komplikasi.
Perencanaan
keperawatan pada klien dengan post histerektomi menurut Smeltzer, 2001 adalah
sebagai berikut.
a.
Ansietas
berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri, kehilangan
feminitas, dan perubahan bentuk tubuh.
Intervensi :
1) Perawat
harus menentukan apa makna pengalaman pembedahan bagi klien dan bagaimana membantu
klien dalam mengekspresikan perasaannya kepada seseorang yang dapat memahami
dan membantunya.
2)
Penjelasan
tentang persiapan fisik diberikan sepanjang periode praoperatif.
b.
Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan hubungan
dengan pasangan dan keluarga.
Intervensi :
1) Jelaskan
pada klien bahwa ia tetap akan mempunyai vagina dan akan tetap dapat melakukan
hubungan seksual setelah abstineus sementara pascaoperatif untuk memulihkan
integritas jaringan.
2) Informasikan
bahwa kepuasan seksual dan orgasme dapat timbul dari stimulasi klitoris dan
bukan dari uterus, sehingga dapat memberikan efek menenangkan pada banyak
wanita.
3) Dekati
dan evaluasi setiap klien secara individual untuk menangani depresi dan
sensitivitas emosional yang meningkat terhadap orang dan situasi.
4) Tunjukkan
minat, kekhawatiran dan keinginan untuk mendengarkan kekuatan klien, sehingga
dapat membantu kemajuan klien sepanjang pengalaman pembedahannya.
c.
Nyeri
berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
Intervensi :
1) Analgesik
dapat diberikan sesuai yang diresepkan untuk menghilangkan nyeri dan
meningkatkan pergerakan dan ambulasi.
2) Untuk
menghilangkan ketidaknyamanan akibat distensi abdomen, selang nasogastrik dapat
dipasang sebelum klien meninggalkan ruang operasi.
3) Dalam
periode pascaoperatif, cairan dan makanan dapat dipantang selama 1 atau 2 hari.
4) Jika klien
mengalami distensi abdomen atau flatus, selang rektal dapat dipasang, juga
pemasangan penghangat pada abdomen dapat diberikan.
5) Apabila
auskultasi abdomen mendeteksi adanya bising usus yang menandakan peristaltik, klien
dapat menerima cairan tambahan dan diet lunak.
6) Anjurkan
ambulasi untuk memudahkan kembalinya peristaltik normal.
d.
Kurang
pengetahuan tentang aspek-aspek perioperatif histerektomi dan perawatan diri.
Intervensi :
1) Informasikan
kepada klien tentang keterbatasan atau pantangan yang ada yang harus dijalani.
2) Anjurkan
klien untuk melanjutkan aktivitas secara bertahap, hindarkan duduk dalam waktu
yang lama karena dengan melakukan hal ini dapat menyebabkan darah berkumpul
dalam pelvis dan meningkatkan risiko tromboflebitis.
3) Anjurkan
untuk mandi shower daripada rendam duduk untuk mengurangi kemungkinan infeksi
dan menghindari cedera akibat keluar masuk bak mandi dalam posisi duduk
4) Instruksikan
untuk menghindari mengejan, mengangkat, melakukan hubungan seksual atau
mengendarai kendaraan sampai dokter membolehkan ia untuk kembali melakukan
aktivitas ini.
5)
Laporkan
adanya rabas vagina, bau yang tidak enak, perdarahan berlebihan, nyeri atau
kemerahan pada tungkai, atau kenaikan suhu tubuh.
e.
PK hemoragi
Intervensi :
1) Hitung
pembalut yang digunakan, kaji seberapa jauh pembalut tersebut basah oleh darah.
2)
Pantau
tanda- tanda vital klien.
3)
Pantau
balutan abdomen terhadap drainase jika tindakan bedah abdomen dilakukan.
4) Dalam
persiapan untuk pemulangan dari rumah sakit, berikan pedoman mengenai
pembatasan aktivitas untuk meningkatkan penyembuhan dan untuk mencegah
perdarahan pascaoperatif.
f.
PK trombosis vena profunda
Intervensi
:
1) Dorong
dan bantu untuk mengubah posisi dengan sering, meski tekanan di bawah lutut harus dihindari.
2) Bantu
klien untuk ambulasi dini dalam periode pascaoperatif dan dorong klien
melakukan latihan pada tungkai serta kakinya ketika ia sedang di tempat tidur.
3) Kaji
terhadap adanya trombosis vena profunda (nyeri pada tungkai, tanda Homan positif)
dan embolisme pulmoner (nyeri dada, takikardia, dispnea).
4) Instruksikan
klien untuk menghindari duduk di kursi dalam waktu lama dengan tekanan pada
lutut, duduk dengan tungkai disilangkan, dan imobilitas.
g.
PK disfungsi kandung kemih
Intervensi :
1) Pasang
kateter indwelling sebelum pembedahan dan dibiarkan dalam periode singkat
setelah pembedahan.
2)
Lepaskan
kateter, segera setelah klien ambulasi.
3)
Setelah
kateter dilepas, haluaran urin dipantau dan abdomen dikaji terhadap distensi.
4)
Jika klien
tidak berkemih dalam waktu yang telah ditentukan, tindakan dilakukan untuk
mendorong berkemih (mis. membantu klien untuk ke kamar mandi, menyiramkan air
hangat di atas perineum). Jika klien tetap tidak dapat bekemih, maka
kemungkinan diperlukan lagi pemasangan kateter.
4.
Implementasi
Fase implementasi
dari proses keperawatan mengikuti rumusan dari rencana keperawatan.
Implementasi untuk klien post histerektomi menurut Smeltzer, 2001 adalah
sebagai berikut.
a.
Menghilangkan
ansietas.
b.
Memperbaiki
citra tubuh.
c.
Menghilangkan
nyeri.
d.
Memberikan
penyuluhan klien dan memelihara kesehatan.
e. Memantau
dan menangani komplikasi potensial : hemoragi, trombosis vena profunda, dan
disfungsi kandung kemih.
5.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan untuk klien post
histerektomi menurut Smeltzer, 2001 adalah sebagai berikut.
a.
Mengalami penurunan ansietas.
b.
Menerima
perubahan-perubahan yang berhubungan dengan pembedahan.
1)
Membicarakan
perubahan yang dihasilkan dari pembedahan dengan pasangan.
2) Mengungkapkan
pemahaman tentang gangguan yang ia alami dan rencana pengobatannya.
3)
Menunjukkan
kesedihan atau depresi minimal.
c.
Mengalami nyeri dan
ketidaknyamanan minimal.
1)
Melaporkan
peredaan nyeri dan ketidaknyamanan abdomen.
2)
Melakukan
ambulasi tanpa rasa nyeri.
d.
Mengungkapkan
pengetahuan dan pemahaman tentang perawatan diri.
1)
Melakukan
praktik nafas dalam, berbalik, dan latihan tungkai sesuai yang diinstruksikan.
2)
Meningkatkan
aktivitas dan ambulasi setiap hari.
3)
Melaporkan masukan cairan yang
adekuat dan haluaran urine yang adekuat.
4)
Mengidentifikasi
gejala-gejala yang dapat dilaporkan.
5)
Menjadwalkan
dan menepati perjanjian tindak lanjut.
e.
Tidak menagalami komplikasi.
1)
Mengalami
perdarahan vaginal minimal dan menunjukkan tanda-tanda vital normal.
2)
Melakukan ambulasi secara
rutin.
3) Melaporkan
tidak adanya nyeri betis dan tidak adanya kemerahan, nyeri tekan, atau
pembengkakan pada ekstremitas.
4)
Melaporkan
tidak adanya masalah perkemihan atau distensi abdomen.
6.
Pendokumentasian
Pelaksanaan
tindakan keperawatan diikuti dengan dokumentasi yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Jenis catatan keperawatan
yang digunakan untuk mendokumentasikan tindakan keperawatan adalah catatan
perkembangan SOAPIE.
S
|
:
|
Data subjektif.
Perkembangan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan
klien.
|
O
|
:
|
Data objektif.
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat.
|
A
|
:
|
Analisis. Kedua
jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif, dinilai dan dianalisis,
apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat
menguraikan sampai di mana masalah yang ada dapat teratasi/ adakah
perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
|
P
|
:
|
Rencana penanganan klien, dalam hal ini didasarkan pada hasil
analisis di atas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan
atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal tidak
efektif.
|
I
|
:
|
Implementasi.
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
|
E
|
:
|
Evaluasi. Berisi
penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan,
dan sejauh mana masalah klien teratasi. (Hidayat, 2001)
|
DAFTAR PUSTAKA
. Diagnosa Keperawatan NANDA NIC NOC
Dilengkapi Aplikasi KasusDischarge Planning.
Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi
4. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999.
Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Effendi, Nasrul.
1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.
Hartini, (2008, 19 Oktober).
Kista, Tumor,dan Kanker Berhubungan Erat
Dengan Tingkat Kesuburan yang Rendah. Diakses 9 Juni 2009 Dari http://www.berbagisehat.com/index.php?option=com_content&view=article&id=190:kista-tumor-pada-ovarium-yang-bisa-menjadi-kanker&catid=56:mom-a-kiddie&Itemid=71.
Hecker, Neville F. 2001. Esensial
Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates.
Hidayat, A. Aziz Alimul.
2001. Pengantar Dokumentasi Proses
Keperaawatan. Jakarta : EGC.
Kee, Joyce LeFever. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan
Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gede.
1993. Penuntun Kepaniteraan Klinik
Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.
Nasdaldy, (2008, 3 Mei). Penanganan Kanker Ovarium. Diakses 9
Juni 2009 Dari http://www.blogdokter.net//2008/05/30/kista-ovarium/.
Nursalam, 2001. Proses Keperawatan & Dokumentasi
Keperawatan : Konsep & Praktik. Jakarta : Salemba Medika.
Pdpersi, (2005, 15 September). Musuh Dibalik Kesempurnaan Wanita
Kista dan Kanker pada Organ Reproduksi Wanita. Diakses 9 Juni 2009 Dari http : //www.pdpersi.co.id/? show = detailnews & kode = 990&tbl = biaswanita.
Kista dan Kanker pada Organ Reproduksi Wanita. Diakses 9 Juni 2009 Dari http : //www.pdpersi.co.id/? show = detailnews & kode = 990&tbl = biaswanita.
Smeltzer, Suzanne C. 2001.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro, Hanifa.
2005. Ilmu Kandungan, Edisi 4. Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar